By ArifaGora on 23rd September

Ratna Juwita, dalam Revolusi Teknologi, Digitalisasi Kehidupan (2009) menyatakan bahwa keuntungan sistem komunikasi digital antara lain terletak pada mudahnya penggandaan data, kesatuan data ketika pemindahan, fleksibilitas, serta efektifitas biaya. Dengan penyimpanan data dalam bentuk digital akan mempermudah untuk mengolah data tersebut karena data yang ada tidak harus dikonversi terlebih dahulu. Selain itu, format digital juga akan tetap menjaga keutuhan ketika dilakukan transmisi karena data akan terus menerus diregenerasi. Hal itu jelas berbeda dengan sistem komunikasi analog yang menyimpan data dalam format yang berbeda-beda sehingga akan sulit untuk mengkonstruksikannya dan data dapat rusak apabila terus menerus diputar ulang.

Namun, terlepas dari segala keuntungannya, sistem komunikasi digital ternyata juga memiliki kelemahan-kelemahan. Sebagai contoh, karena mudahnya penggandaan data yang disimpan dalam format digital, maka hal ini memicu terjadinya aksi pembajakan atas hak cipta orang lain. Sehingga, hal yang semula dikatakan sebagai keuntungan dari sistem kominikasi digital, dapat dibalikan menjadi kelemahannya pula. Faktanya, manusia seringkali melakukan hal tersebut, tanpa kesadarannya. Browsing dokumen sana sini, menuliskan isinya, tapi di sisi lain, ia tidak mencantumkan sumber dokumen yang digunakan tersebut. Entah ia lupa atau sengaja, tapi yang jelas itu adalah contoh plagiarisme.

Selanjutnya, Uty pada implementasi Teknik Watermarking Digital pada Domain DCT untuk Citra Berwarna (2008), menyebutkan tentang kemudahan distribusi media digital, khususnya melalui internet yang ternyata memberikan dampak negatif bagi usaha-usaha perlindungan hak cipta atas media digital.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Plagiat adalah mengambil atau pengambilan karangan (pendapat dsb) orang lain dan disiarkan sebagai karangan (pendapat dsb) sendiri. Plagiarisme dikategorikan sebagai bentuk tindak kriminal karena mencuri hak cipta orang lain.

Sejarah telah menunjukkan bahwa kejahatan komputer dilakukan oleh masyarakat luas seperti: para siswa, amatiran, teroris dan anggota kelompok kejahatan yang terorganisir. Yang membedakannya adalah kejahatan yang dilakukannya. Individu yang melakukan akses sistem komputer tanpa maksud berbuat kejahatan lebih jauh harus dibedakan dari karyawan lembaga keuangan yang mengambil atau mentransfer uang dari akun pelanggan.

There are no comments yet.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *